MAKALAH AHLUS SUNNAH WALJAMAAH SALAF ( IBNU HANBAL DAN IBNU THAIMIYAH )



KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan nikmatnya yang tak ternilai harganya, sehingga penulis telah selesai menulis makalah ini yang berjudul : AHLUS SUNNAH WALJAMAAH SALAF  
( IBNU HANBAL DAN IBNU THAIMIYAH )
      Selanjutnya salam sejahtera juga penulis haturkan kepada tokoh ilmuan sedunia yaitu Nabi Muhammad Saw yang merupakan salah seorang yang sudah terbukti keberhasilannya dalam hal mengajarkan nilai nilai kebenaran ataupun mendidik, merobah peradaban manusia, dan sikap serta cara pandang dan pola hidup sebagai mana layaknya.
       Terimakasih kepada kawan-kawan yang ikut memberi andil, sport serta motivasi dalam rangka penulisan makalah ini.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..1
A.      Latar belakang............................................................................................ 1
B.       Rumusan masalah....................................................................................... 1
C.       Tujuan   ..................................................................................................... 1

BAB II ISI……………………………………………………………………...2
A.      Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah....................................................... 2
B.       Asal Usul Penamaan Ahlus Sunnah Wal Jamaah....................................... 3
C.       Pengertian salaf.......................................................................................... 4
D.      Riwayat hidup Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah.................. 6
E.       Pemikiran Teori Imam Ahmad Bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah................. 7


BAB III PENUTUP…………………………………………………………..10
A.      Kesimpulan................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA
 



 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kebanyakan ummat Islam di Indonesia adalah pengikut ahlussunnah waljamaah. Banyak dikalangan masyarakat indonesia yang tidak mengetahui sebenarnya Ahlussunnah apa yang dia ikuti itu. Karena ahlussunnah itu bisa di bilang terbagi menjadi dua jika dilihat dari teori-teori yang dikemukakan oleh para ulama-ulamanya tersebut, yakni ahlussunnah salaf dan ahlussunnah khalaf.

Maka dari itu kami membuat makalah ini semata-mata hanya untuk memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai ahlussunnah waljama’ah, supaya kita mengetahui ahlusunnah apa yang kita ikuti itu apakah ahlussunnah salaf atau khalaf.

B.     Rumusan Masalah
·         Apa yang dimaksud dengan ahlussunah salaf itu?
·         Siapakah tokoh-tokoh didalamnya (ulama)?
·         Teori apa saja yang mereka (ulama) paparkan sehingga di katakakan salaf?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui apa-apa yang berkaiatan dengan ahlussunnah dan untuk menetahui pengertian ahlussunnah salaf dan mengetahui teori teorinya.



           


BAB II
PEMBAHASAN DAN ISI

A.    Pengertian Ahlus Sunnah Wal Jamaah

Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama’ah berasal dari kata-kata:
ü  Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”
ü  Assunnah berarti “tabiat, perilaku, jalan hidup, perbuatan yang mencakupucapan, tindakan, dan ketetapan Rasulullah SAW”.
ü  Wa, huruf ‘athf yang berarti “dan” atau “serta”
ü  Al jama’ah  berarti jama’ah, yakni jama’ah para sahabat Rasul Saw. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.[1]

Secara etimologis, istilah “Ahlus Sunnah Wal Jamaah” berarti golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulallah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

Menurut Maulana Abu Said Al-Kadimy Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut sunnah Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya. Sedangkan yang di maksud Al-Jama’ah ialah jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan tabi’in. mereka itu adalah orang-orang yang di jamin selamat dari api neraka.[2][1]





B.     Asal Usul Penamaan Ahlus Sunnah Wal Jamaah

 Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW.kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW. Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah  yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.[3] Kemudian setelah  Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid). Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.

Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW.bersama sahabat-sahabatnya. Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah.Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.[2]

Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.



Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah  dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.  Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid)
dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali.Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.

C.    Pengertian salaf

Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi’it tabi’in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman / murid dari tabi’in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.

Definis salaf menurut Thablawi Mahmmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’I tabi’tabi’in, para pemuka abad ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4H yang terdiri atas para muhadisain dan yang lainnya. Salaf berarti pula ulam-ulama shaleh yang hidup padas tiga abad pertama islam. Menurut Asyah Rastani, ulama salaf adalah yang tidak menggunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat) dan tidak mempunyai paham tasyibih. Sedangkan Mahmud Al-Bisyi Bisyi dalam Al-Firoq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat Allah yang menyerupai saegala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan menggunakannya.
Ibrahim masykur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:
1.      Mereka lebih mendahulukan riwayat (naqli) daripada dirayah (aqli)
2.      Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuludin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’adin), mereka hanya bertolak dari penjelasan dari Al-Kitab dan rasional.
3.      Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (Dzat Allah) dan tidak mempunyai faham anthropomorphisme (menyerupakan Allah dengan makhluk)
4.      Mengartikan ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan makna lahirnya dan tidak berupaya untuk mentakwilnya.[4]
Ciri khas golongan ini adalah, mereka kembali kepada penafsiran harfiah (literalis) atau nash dan memunculkan tradisi kalam dan hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam islam, terutama pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi menolak dominasi akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.[5]
Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari imam ahmad ibnu hambal. Lalu ajarannya di kembangkan Imam ibnu Taimiyah, kemudian disuburkan oleh imam Muhammad Ibnu Abdul Wahhab, dan akhirnya berkembang di dunia islam secara sporadis.[6][3]








D.    Riwayat hidup Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah

1.            Imam Ahmad Bin Hanbal
Ia dilahirkan di bagdad tahun 164/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena merupakan pendiri mazhab Hanbali.
Ibunya bernama Shahifa binti Abdul Malik Ibn Sawadah Ibn Asy-syaibani, bangsawan Bani Amir. Ayahnya bernama Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn Anas Ibn Idris Ibn Abdullah Ibn Hayyan Ibn Akabah Ibn sya’ab Ibn Ali bin Jadalah Ibn Asad bin Rabi Al-Hadits Ibn moyangnya nabi Muhammad.
Ayahnya meninggal ketika Ibn Hanbal Masih remaja. Namun, ia telah memberikan pendidikan Al-Qur’an kepada Ibn Hanbal . pada usia 16 tahun, ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama yang lainnya kepada ulama-ulama Baghdad. Lalu mengunjungi ulama-ulama terkenal di kuffah, Basrah, Syam, Yaman, Mekah, Madinah. Diantara guru-gurunya adalah Hammad Ibn khallid, Ismail Ibn ‘Aliyyah, Muzzafar Ibn Mudrik, Walid Ibn Muslim, Muktammar Ibn Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya Ibn Zaidah, Ibrahim Ibn Sa’id, Muhammad Idris Ibn Asy-Syafi’i, Abd Rozak Ibn Huma, Dan Musa Ibn Thariq. Dari guru-gurunya, Ibn Hanbal mempelajari ilmu Fiqh, Hadits, Tafsir, Kalam, dan Bahasa arab.[7]
Di antara murid-murid Ibn Hanbal adalah Ibn taimiyah, Hasan Ibn Musa, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Abu zuhrah Ad-Damsyiqi, Abu Zuhrah Ar-Razi, Ibn Abi Ad-Dunia, Abu Bakar Al-Asram, Hanbal Ibn Ishaq Asy-Syaibani, Shaleh, Dan Abdullah. Kedua orang yang disebutkan terakhir adalah putra Ibn Hanbal.[8]
Ibnu hanbal dikenal sebagai zauhid. Hampir setiap hari ia berpuasa dan hanya tidur sebentar. Ia juga dikenal sebagai orang dermawan.[4]






2.      Ibnu Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad Ibn Abi Al-halim Ibn taimiyyah. Dilahirkan di Harran pada tahun (661H/729H). kewafatannya telah menggetarkan  dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pda umumnya. Ayahnya bernama Syihabbuddin Abu Ahmad Abdul Halim Ibn Abdussalam Ibn Abdullah Ibn Taimiyah, seoraqng Syaikh, Khatib dan Hakim dikotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur Ibn Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah murid yangmuttaqi, wara’, dan zuhud,serta seorang panglima dan penentang bangsa tartar yang berani. Selain itu ia dikenal sebagai seorang muhadis, mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan tentang filsafat.
Masa hidup ibnu taimiyah berbarengan dengan kondisi dunia islam yang sedang mengalami disintegrasi, dislokasi sosial, dekadansi moral, dan akhlak. Kelahirannya terjadi lima tahun setelah baghdad di hancurkanpasukan Mongol, Hulagu Khan. Oleh sebab itu, dalam upayanya mempersatukan umat islam, mengalami banyak tantangan, bahkan ia harus wafat di dalam penjara.[9]

E.                 Pemikiran Teori Imam Ahmad Bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah.

1.      Pemikiran Teori Ibn Hanbal
a.       Tentang ayat-ayat mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih suka menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) dari pada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitandengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat. Hal itu terbukti ketika ia ditanya tentang penafsiran ayat berikut.
الرحمن على العرش استوى (طه:5)
Artinya: “(yatiu) tuhan yang maha pemurah, yang bersemayam di atas arsy.”
Dalam hal ini Ibn Hanbal menjawab: “Istiwa di atas arasy terserah pada Allah dan bagaimana saja dia  khendaki dengan tiada batas dan tida seorang pun yang sanggup menyifatinya.”[5]



Dari pernyataan diatas, Tampak bahwa Ibn Hanbal bersikap menyerahkan (tafwid) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah Rasul-Nya dan mensucikan-Nya dari dari keserupaan dengan makhluk. Ia sama sekali tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.
b.      Tentang Status Al-Qur’an
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang kemudian membuatnya di penjarakan beberapa kali, adalah tentang status Al-Qur’an, apakah diciptakan (makhluk) yang karenanya hadis (baru) ataukah tidak diciptakan yang karenanya Qadim? Faham yang diakui pemerintah, yakni dinasty  abbasiyah di bawah kepemimpinan khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim dan Al-watsiq, adalah faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat Qadim.[10]

2.      Pemikiran Teori Ibn Taimiyah
a)      Pikiran-pikaran Ibn Taimiyah seperti yang dikatakan oleh Ibrahim Madzkur, adalah sebagai berikut:
·         Sangat berpegang teguh pada nas (teks Al-Qur’an dan Al-Hadits)
·         Tidak memberikan ruang yang bebas pada akal.
·         Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama.
·         Di dalam islam yang diteladani hanya tiga generasi saja. (sahabat, Tabi’in, dan Tabi’I tabi’in)
·         Allah tidak memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.

b)      Pandangan  Ibn Taimiyah Tentang sifat-sifat Allah
Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:
ü  Sifat Salbiyah, yaitu Qadim, Baqa’, mukhalafah li al-hawadis, qiyamuhu bi nafsih, dan wahdaniyah.
ü  Sifat ma’ani, yaitu Qudrah, iradah, sama, basar, hayat, ‘ilm, dan Kalam[6]


ü  Sifat Khabariyah, yaitu (sifat-sifat yang diterangkan dalam Al-Qur’an walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti keterangan yang menyatakan bahawa Allah di langit; Allah di atas arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman disurga kelak; Wajah, tangan mata Allah.
Berdasarkan alasan diatas,Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau hadits yang menyangkut sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsimkan tidak menyerupai-Nya dengan makhluk, dan tidak bertanya tentang-Nya.
Ibn Taimiyah mengakui tiga hal dalam masalah keterpaksaan dan ikhtiar manusia, yaitu: Allah tidak meridhai perbuatan baik dan tidak meridhai perbuatan buruk. Pencipta segala bentuk hamba pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia bertanggung jawab atas perbuatannya.
Dikatakan oleh watt bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mencapai klimaksnya dalam sosiologi politik yang mempunyai dasar teilog. Masalah pokoknya terletak pada upayanya membedakan manusia dengan tuhannya yang mutlak. Oleh sebab itu, masalah tuhan, katanya tidak dapat diperoleh dengan metode rasional, baik dengan metode filsafat maupun teologi. Juga bahwa keinginan mistis manusia untuk menyatukan tuhan adalah suatu yang mustahil. Oleh karena itu Ibn taimiyah sangat tidak suka pada aliran filsafat yang mengatakan al-Qur’an berisi dalil Khitabi dan Iqna’i (penerang dan pemuas hati).[11]
Ibn Hanbali menyerahkan (tafwid) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasulnya. Sedangkan Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutasyabihat.[7]








BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Ahlussunnah adalah orang-orang yang pengikut sunnah Rasulallah. Artinya berpegang teguh dengannya. Sedangkan yang di maksud Al-Jama’ah ialah jama’ah Rasulullah dan mereka adalah para sahabat dan tabi’in. mereka itu adalah orang-orang yang di jamin selamat dari api neraka.
salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, Tabi’I tabi’tabi’in, para pemuka abad ketiga dan para pengikutnya pada abad ke 4H yang terdiri atas para muhadisain dan yang lainnya.
Ciri khas golongan ini adalah, mereka kembali kepada penafsiran harfiah (literalis) atau nash dan memunculkan tradisi kalam dan hukum, sebagaimana ketika perkembangan pertama dalam islam, terutama pemikiran-pemikiran Ahmad bin Hambal, serta menolak dominasi menolak dominasi akal dalam memecahkan berbagai masalah keagamaan.
Ibn Hanbal menyerahkan (tafwid) makna-makna ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasulnya. Sedangkan Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutasyabihat.




DAFTAR PUSTAKA

A. Nasir , Sahilun. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: PT. raja grafindo, 1994
Abdul Hadi Al Mishri, Muhammad. Manhaj dan aqidah ahlussunnah waljama’ah .Jakarta: Gema Insai Press. 1992.
Fauzi,  Ahmad.  Ilmu Kalam.cirebon: stain press Cirebon. 2008
Mustopa.  Mazahab Mazhab Ilmu Kalam. Cirebon: Nurjati IAIN Publisher, 2010
Razak, Abdul Dan Rosihon Anwar. Ilmu kalam. pustaka setia.  2006. 







[1] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan Perkembangannya, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), hal. 187
[2] Sahilun A. Nasir. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: PT. raja grafindo, 1994, hlm 151


[3] shaleh al-fauzan, prinsip-prinsip ahlussunah wal jamaah, hal 12-15

[4] Abdul Razak Dan Rosihon Anwar. Ilmu kalam. pustaka setia, 2006 hlm 109
[5] Ahmad Fauzi.  Ilmu Kalam.cirebon: stain press cirebon. 2008 ,hlm 99
[6] Mustopa Mazahab Mazhab Ilmu Kalam. Cirebon: Nurjati IAIN Publisher, 2010, hlm 60

[7] Rosihon Anwar, Op.cit, hlm 111
[8] Mustopa, op.cit, hlm 61

[9] Mustopa. Ibid, hlm 62-63

[10] Mustopa. Ibid. hlm 61-62

[11] Mustopa. Ibid, hlm 63-64

Previous
Next Post »
Thanks for your comment