MAKALAH HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FILSAFAT, THEOLOGY, DAN PSIKOLOGI



DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................   i
Daftar Isi.........................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................   1
A.     Latar Belakang................................................................................................   1
B.     Rumusan Masalah...........................................................................................   1
C.     Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................   1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................   2
A.     Hubungan Tasauf dengan ilmu Filsafat...........................................................   2
B.     Hubungan Tasauf dengan ilmu Kalam............................................................   6
C.     Hubungan Tasauf dengan ilmu Psikologi........................................................   8

BAB III PENUTUP.........................................................................................   10
A.     Kesimpulan.....................................................................................................   10
B.     Saran...............................................................................................................   10

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................   11

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, salawat dan salam ke pangkuan nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah “ Ilmu Akhlak Tasauf” ini hingga selesai. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah membimbing kami hingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah  ini diharapakan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan dalam proses pembelajaran dan penguasaan Ilmu Akhlak Tasauf.
Kami menyadari bahwa laporan makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi bentuk maupun isinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan kedepannya.




                                                                        Banda Aceh, 20 April 2014

                                                                   

                                                                                    Penulis


BAB I
PENDAHULUAN
   A.    LATAR BELAKANG
Istilah “tasawuf” yang telah sangat populer telah digunakan berabad-abad. Kata tasawufjuga mempunyai beberapa definisi yang dikemukan oleh beberapa ahli. Kata tasawuf berasal dari bahasa Arab, atau tepatnya dari tiga huruf Arab, Sha, Wau, dan Fa. Mengenai huruf-huruf ini juga memiliki banyak pendapat, kenapa kata “tasawuf” berasal dari Sha Wa Fa. Ada yang berpendapat, kata itu berasal dari shafa yang berarti kesucian atau bersih. Sebagian berpendapat bahwa kata tersebut berasal dari kata Shafwe yang berarti baris atau deret, yang menunjukkan kaum Muslim awal yang berdiri di baris pertama dalam shalat atau perang suci.
Tasawuf yang mempelajari akan bagaimana cara seorang manusia untuk bisa mendekatkan diri kepada sang pencipta juga memiliki ketertaitan dengan beberapa disiplin ilmu. Beberapa disiplin ilmu yang berkaitan dengan tasawuf adalah ilmu kalam (theology), filsafat, dan juga psikologi atau kejiwaan. Semua disiplin ilmu tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk menentukan cara atau langkah pendekatan sang makhluk dengan sang khalik.
  
  B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Hubungan antara Tasawuf dengan ilmu Filsafat.
2.      Hubungan antara Tasawuf dengan ilmu Kalam (Theology).
3.      Hubungan antara Tasawuf dengan ilmu Psikologi.

  C.     TUJUAN
            Tujuan pembuatan makalah ini adalah agar para pembaca dan juga penulis memahami lebih lanjut tentang ilmu Tasawuf yang mempunyai keterkaitan dengan disiplin ilmu Filsafat, ilmu Kalam, dan juga ilmu Psikologi.
BAB II
PEMBAHASAN
   
   A.    HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU FILSAFAT
Pembahasan tentang filsafat sangat identik dengan polemik, kritik dan juga perdebatan. Banyak kalangan yang menuduh kajian filsafat sebagai sesuatu yang tiada guna. Belajar filsafat pun sering diibaratkan seperti mencari kucing hitam di dalam ruangan yang gelap,[1] bahkan tidak sedikit yang menyebut kajian filsafat dalam Islam identik dengan kekufuran. Mengenai filsafat yang penuh dengan polemik, kritik dan debat, Imam al-Ghazali dalam sebuah buku yang berjudul Tahafut al Falasifah dan al Munqidh min al Dhalal yang isinya adalah kritik terhadap pemikiran beberapa filosuf muslim atas beberapa masalah yang dianggap telah menyesatkan umat Islam.[2]
Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur harus diakui bahwa terminology jiwa dan roh itu sendiri sesungguhnya terminology yang banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat.
Kajian-kajian tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia islam. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf menurut sebagian ahli tasawuf jiwa adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun roh.[3]
Ilmu tasawuf sangat erat kaitannya dengan ilmu filsafat menurut Tiswani dalam bukunyaBuku Daras Akhlak Tasawuf menyatakan :
  1. Ilmu filsafat memberikan penjelasan terhadap terminologi-terminologi yang digunakan dalam tasawuf.
  2. Ilmu tasawuf dan ilmu filsafat sama-sama mempunyai tujuan yakni mencari kebenaran sejati atau kebenaran tertinggi.
  3. Ilmu filsafat lebih menitikberatkan pada teori, sedangkan ilmu tasawuf  pada aplikasi.
  4. Tasawuf landasannya berpijak dan bertolak dari perasaan sedangkan filsafat landasannya berpijak pada rasio dan kepandaian menggunakan akal pikiran.
5.      Filsafat turut mempengaruhi materi-materi dalam tasawuf.[4]
            Selain pendapat Tiswani tentang hubungan tasawuf dengan filsafat, ada beberapa hubungan lainnya. Hubungan antar kedua disiplin ilmu tersebut adalah:
  1. Bentuk hubungan yang paling luas antara Tasawuf dan filsafat tentu saja adalah pertentangan satu sama lain, sebagaimana tampak dalam karya-karya al-Ghazali bersaudara, Abu hamid dan Ahmad. Dan penyair sufi besar seperti Sana’I, Athar, dan Rumi. Kelompok sufi ini hanya memperhatikan aspek rasional dari filsafat, dan setiap kali berbicara tentang intelek, mereka tidak mengartikan intelek dalam arti mutlaknya, namun mengacu kepada aspek rasional intelek (akal). Athar juga memahami filsafat hanya sebagai filsafat peripatetic yang rasionalistik, dan menekankan bahwa hal itu tidak boleh dikelirukan dengan misteri ilahiah dan pengetahuan ilahiah, yang merupakan usaha puncak pensucian jiwa dibawah bimbingan spiritual para guru sufi. Intelek tidak sama dengan hadist Nabi dan falsafah tidak sama dengan teosofi (hikmah) dalam makna Qur’aninya. Matsnawi adalah sebuah Masterpiece filsafat.
2.      Hubungan antara Tasawuf dan filsafat tampak dalam munculnya bentuk khusus yang terjalin erat dengan filsafat. Meskipun bentuk tasawuf ini tidak menerima filsafat peripatetic dan mazhab-mazhab filsafat lain yang seperti itu, namun ia sendiri tercampur dengan filsafat atau teosofi (hikmah) dalam bentuknya yang paling luas. Dalam mazhab Tasawuf itu, intelek sebagai alat untuk mencapai realitas tentang yang mutlak dengan memperoleh kedudukan yang tinggi. Dengan demikian, dalam tasawuf berkembang satu jenis teosofi (ilmu ilahi) yang tidak hanya datang untuk menggantikan filsafat didunia Arab, tapi di Persia ia juga amat mempengaruhi jika bukan menggantikan filsafat dan kemudian secara amat efektif  menggabungkan filsafat dan Tasawuf, bahkan mengganti nama Tasawuf menjadi Irfan (gnosis,makrifat) pada periode safawi. Penentangan terhadap filsafat masih tetap tampak, tapi penentangan ini sebenarnya muncul dalam kaitannya dengan istilah falsafah dan rasionalisme. Hubungan Tasawuf dan filsafah berbeda dari apa yang diamati dalam tasawuf yang didominasi cinta, seperti pada Athar dan lainnya.
  1. Hubungan antara Tasawuf dan filsafat ditemukan dalam karya-karya para sufi yang sekaligus juga filosof, Yang telah berusaha untuk merujuk tasawuf dan filsafat. Afdhaluddin kasyani, Quthbuddin syirazi, Ibd Turkah al-Isfahani, dan Mir Abul Qosim findiriski, orang-orang ini seluruhnya adalah sufi yang berjalan pada jalan spiritual dan telah mencapai maqam spiritual, dan beberapa diantara mereka terdapat para wali, tetapi pada saat yang sama secara mendalam memahami filsafat dan cukup mengherankan, beberapa diantara mereka lebih tertarik pada  filsafat peripatetic dan rasionalistik daripada filsafat intuitif (dzawqi), sebagaimana dapat diamati dalam kasus Mir Findiriski yang amat mendalami As-Syifanya Ibnu Sina. Diantara kelompok ini, Afdhaluddin Kasyani memegang kedudukan yang unik. Ia tidak hanya salah satu sufi terbesar yang hingga hari ini mouseleumnya di Maqam Kasyani menjadi tempat Ziarah, baik orang-orang yang awam maupun orang-orang terpelajar, tetapi ia juga dianggap sebagai salah satu filosof Persia terbesar yang sumbangannya bagi pengembangan bahasa filsafat Persia tak tertandingi. Karya-karya filsafatnya dalam logika, teologi, ataupun dalam ilmu-ilmu alam ditulis dalam bahasa Persia yang jelas dan fasih, dan merupakan Masterpiece dalam bahasa ini. Ia tidak hanya menunjukkan dengan jelas wawasan tasawuf dalam syair-syairnya, namun dalam hal logika dan filsafat yang paling ketat sekalipun. Figur besar lain seperti Quthbuddin al-Syirazi, yang dalam masa remajanya bergabung dengan para sufi dan juga menulis karya besar dalam filsafat peripatetic dalam bahasa Persia, Durrat al-Tajj, lalu bin Turkah Isfahani, yang Tamhid al-Qawaidnya merupakan Masterpiece filsafat sekaligus Tasawuf, dan Mir Abul Qosim Findiriski, yang menjadi komentator karya metafisika Hindu penting, Yoga Vaisithsa adalah sufi dan ahli makrifat   yang kepadanya banyak mukjizat dinisbatkan. Mereka semua sesungguhnya adalah para pengikut mazhab Afdhluddin Kasyani, sejauh menyangkut upaya pemantapan hubungan antara Tasawuf dan Filsafat.
  2. Kategorisasi umum kita mengenai hubungan Tasawuf dengan filsafat, mencakup para filosof yang mempelajari atau mempraktekan Tasawuf. Yang pertama dari kelompok ini adalah Al-Farabi, yang mempraktekan Tasawuf dan bahkan telah mengubah musik yang dimainkan dalam pertemuan Sama’ pada sufi, mutiara hikmah yang dinisbatkan kepadanya sangatlah penting. Karena, pada dasarnya, inilah buku mengenai filsafat maupun makrifat dan hingga kini diajarkan di Persia bersama komentar-komentar makrifati.[5]


  B.     HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu kalam merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam tuhan. Persoalan kalam membahas secara mendalam dengan mengemukakan argumentasi, baik secara aqli maupun naqli. Argumentasi secara aqli merupakan argumentasi rasional dengan landasn pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Sebaliknya, argumentasi naqli merupakan corak pemberian argumentasi denga mengendepankan dalil-dalil dari al-qur’an maupun sunnah.[6]
Ilmu tauhid merupakan pokok ajaran syari’at islam, karena didalamnya dibahas masalah ketuhanan. Seseorang tidak dinamakan beragama kalau tidak bertuhan. Masalah ketuhanan atau ilahiyat adalah masalah yang pertama harus dipelajari oleh orang yang mengaku menganut suatu agama. Tauhid (mengesakan Allah) adalah masalah yang membedakan antara kafir dengan mukmin. Seseorang tidak dinamakan mukmin kalau dia mengingkari adanya Allah SWT. Orang yang mengingkari adanya Allah disebut kafir. Tetapi bila ia mengakui adanya Allah tetapi ia sekutukan dengan sesuatu yang lain, orang yang demikian itu dinamakan musyrik.[7]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaan kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid. Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan ilmu kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliah. Jika tidak di imbangi oleh kesadaran rohaniah ilmu kalam dapat bergerak kearah yang lebih liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyah(hati).[8]
Tasawuf islam tidak akan ada kalau tidak ada tauhid, tegasnya tiada guna pembersihan hati kalau tidak beriman. Tasawuf islam yang sebenarnya adalah hasil dari aqidah yang murni dan kuat yang sesuai dengan kehendak Allah dan Rasul-nya. Perlu diingat bahwa lapangan tasawuf itu adalah hati.[9]
Dalam buku Daras Akhlak Tasawuf, hubungan antara tasawuf dengan ilmu kalam adalah sebagai berikut:
  1. Dilihat dari materi, ilmu kalam terkesan tidak menyentuh rasa rohaniah sedangkan ilmu tasawuf dapat menyentuh rasa rohaniah seorang hamba.
  2. Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan defenisinya, kekufuran dan manifestasinya, serta kemunafikan dan batasannya. Sementara itu pada ilmu tasawuf di temukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk merasakan keyakinan dan ketentraman, serta upaya untuk menyelamatkan diri dari kemunafikan.
3.      Selain itu, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan kalam.[10]

C. HUBUNGAN ILMU TASAUF DENGAN ILMU PSIKOLOGI.

            Tasawuf selalu membicarakan persoalan yang berkaisar pada jiwa manusia. Hanya saja jiwa yang dimaksud adalah jiwa muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim. Mengingat adanya hubungan dan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak dapat terlepas dari kajian tantang kejiwaan manusia itu sendiri. Yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam Tasawuf tersebut adalah terciptanya keserasian antara ke-2 nya.
            Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana hubungan perilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, baru muncul kategori-kategori perbuatan manusia, apakah dkategorikan sebagai perbuatan jelek atau perbuatan baik. Jika perbuatan yang ditampilkan seseorang baik, ia disebut orang yang berakhlak baik. Sebaliknya, jika perbuatan yang  ditampilkannya jelek, ia disebut sebagai orang yang berakhlak jelek. Dalalm pandangan kaum sufi, akhlak dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya.
            Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Dengan demikian tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan antara jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya.
Keterkaitan antara ilmu psikologi dengan ilmu tasawuf :
1.      Ilmu tasawuf dalam pembahasannya menekankan unsur jiwa atau bathin manusia, begitu juga ilmu psikologi.
2.      Ilmu psikologi membahas masalah kesehatan mental, dan hal-hal apa saja yang membuat kerusakan pada mental sedangkan ilmu tasawuf memberikan langkah-langkah praktis agar orang senantiasa dapat memiliki mental yang sehat dan bathin yang suci.
3.      Ilmu tasawuf memberikan obat bagi penyakit-penyakit mental manusia. Mental menjadi sakit bila manusia tidak tenang bathinnya dan jauh dari allah. Ketidaktenangan ini membuat manusia menjadi sakit mental, dan akhirnya akan bermuara pada prilaku yang tidak normal dan selalu melanggar norma-norma akhlak yang berlaku.[11]
       Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa tasawuf dan psikologi memiliki hubungan yang erat sekali, karena melalui jiwa yang benar orang bisa mendapatkan hubungan yang baik dengan penciptaan-Nya, seperti yang secara luas oleh Al-Ghazali melalui tahapan tasawuf takhalli, tahlli dan tajalli. Usaha mencapai tahapan ini melalui suatu proses pendidikan dari segi kejiwaan dengan arti takhiliyah al-nafs dan tahliyan al-nafs. Takhilliyah al-nafs, usaha penyesuian diri dengan melalui pengosongan diri dengan sifat-sifat tercela, dan tahliyah al-nafs penghiasan diri dengan sifat dan akhlak terpuji.[12]















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pada pembahasan ini dapat kita simpulkan bahwa hubungan Akhlak tasawuf sangat perlu kita pelajari, karena hal ini membahas tentang tujuan tasawuf yaitu sebagai berikut:
1.      Bertujuan untuk memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan dan intisari dari itu adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara roh manusia dengan Tuhan dengan cara mengasingkan diri dan berkontemplasi.
2.      Lebih menetahui tentang Tasawuf, yang merupakan salah satu ilmu yang tentu saja berhubungan dengan ilmu lainnya. Keterkaitan ini kadang-kadang dilihat dari persamaan objek, persamaan sudut pandang, persamaan sumber dan lain sebagainya.


B.     Saran
      Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan ilmu tasawuf tersebut, maka seseorang yang akan memperdalam ilmu tasawuf, perlu pula melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan diatas. selain itu uraian tersebut menunjukan bahwa tasawuf adalah ilmu yang sangat erat kaitannya dengan berbagai permasalahan yang lainnya yang ada disekitar kehidupan manusia.








DAFTAR PUSTAKA


Ali, Yunasril. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1997
Anwar, Rosihan dan Mukhtar Solihin. Ilmu Tasawuf. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2007
Tiswarni. Buku Daras Akhlak Tasawuf. Jakarta: Bina pratama. 2007
Duski, Samad M,Ag. Lebih Dekat dengan Tasawuf. Padang IAIN press. 2007

Abuddin, Nata M.A., Ahklak Tasawuf. Jakarta: rajawali pers, 2011.

Tiswarni, M.Ag, Buku Daras Akhlak Tasawuf. Bina pratama Jakarta, 2007.

Saefuddin, Endang Anshori. 1987. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Abuddin, Nata. 2001. Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo       Persada.





[1] Muhammad Hamdi Zaqzuq, al Din wa al Falsafah wa al Tanwir (Kairo: Dar al Ma’arif. 1996), 10.
[2] Baca Imam al-Ghazali, Tahafut al Falasifah (Kairo: Dar al-Ma’arif, t.t.).
[3]Rosihan Anwar,op. cit.,hlm. 92.
[4]Tiswani,op. cit.,hlm. 97.
[5] Google Search, downloaded April 2014.
[6]Tiswani,akhlak tasawuf, Bina Pratama, Jakarta,2007,hlm. 94.
[7]Yunasril Ali,pengantar ilmu tasawuf,Pedoman ilmu jaya,Jakarta,1987,hlm. 35.
[8]Rosihan Anwar, ilmu tasawuf, pustaka setia, Bandung,2007,hlm. 88.
[9]Yunasril Ali,op. cit.,hlm. 35-36
[10]Tiswani,op. cit.,hlm. 95-96
[11] Tiswani,op. cit.,,hlm. 101.
[12] PROF.DR.H. Duski Samad, M.Ag, Lebih Dengan Tasawuf (padang, IAIN press 2007)hlm.86
Previous
Next Post »
Thanks for your comment